Jumat, 17 April 2015

Sari Pati Tanah, Jannah, dan Nar





Sari Pati Tanah, Jannah, dan Nar
Wahai Sang Penjaga ruh..
Pasangkanlah sayap-sayap sejati yang tak akan pernah patah
Meski pundak-pundak ini terasa semakin rapuh
Wahai Dzat yang Merajai kalbu, Yang Maha membolak-balikkan hati
Diri ini kecil tak berarti
Nista, hina-dina kian membumbui tapakan ini
Entah mengukir, lama-lama berair ataukah memang benar mengukir di atas air?
Oh.. Pujangga ulung.. kemanakah kata yang kian tak berujung..?
Kemanakah ejawantah yang tak putus maknanya..?
Tanya jiwa tak terjawab yang teduh akan keheningan sungkur dalam sujud
Sari pati tanah yang dengan-Nyalah ditiupkan ruh pembangun jiwa
Yang di dalam sebuah raganya ditempatkan segumpal daging penguasa jiwa
Oh Dewa-Dewi terbang-terbang tak peduli kapan berhenti
Mengitari nirwana suci, akankah naik menjadi penunggu Jannah
Ataukah terbakar menjadi bahan bakar api menganga di dalam lubang Nar..?
Jawabnya tanyakan kepada diri dan hatimu
Penggambaran diri yang kian abstrak pada kaca yang semakin retak
Menjerumuskan.. menistakan sebuah pijakan
Seperti embun yang kian berhamburan atau bahkan setetes berlarian di atas daun
Menyejukkan.. menenangkan..
Senandung itu bisa saja tak bersuara
Syair itu bisa saja tak terbaca dan tak kuasa manyapa pembacanya
Sayap-sayap terkadang patah sehingga tak sanggup berbenah
Bilakah Sailendra masih kokoh berdiri tegaknya?
Segerombol kisah kini telah tergambar jelas
Melukis begitu membahana keindahan yang tak tergambarkan
Allah Azza Wa Jalla…..
Tiada terhapus noktah hidup yang terlajur terpatri
Sekelumit skenario saling bergandeng menyusuri goresan tinta-Nya yang kering
Tak akan begitu saja terhempas, terpental, namun telah tersemaikan
Seperti nurani yang semoga tak akan kering iman, islam , serta nur-Nya
Sebongkah misteri meledak terpecah belah?
Ataukah membatu, mengerong, merong-rong hingga ke dasar?
Usahlah berkilah..!
Hidup ini tak indah, atau apalah…
Seperti berjalan lururs kemudian menoleh
Terlihat jiwa-jiwa melambaikan tangan dengan senyum simpul
Menafsirkan setiap perjumpaan dan perpisahan pada yang di cinta
Cinta dunia, akankah hanya cinta fana saja? Mungkinkah hakiki bagai Cinta-Nya?
Jawabnya pada nuranimu sendiri…
Bak pewayangan yang memainkan lakon,
Tak dapat kau pilih dari rahim yang mana engkau dilahirkan
Tinta takdir sudahlah kering
Bila jiwa-jiwa yang tak punya kuasa hanya meronta saja
Lalu apa makna syukur yang sejati?
Bila hanya siang yang kau renungi, lalu bagaimna dengan malam yang tak terganti?
Seribu tanya kian menghantui
Bukan.. bukan itu..
Bukan juga iya yang disana menunggu sambil berpangku
Tapi mereka yang setia disana menyediakan pangkuan setiap hela nafasmu
Bukan permata yang berkilauan berbinar terang
Tetapi besi yang ditempa diatas bara menjadi sebuah pusaka
Kamis, 12 Februari 2015 03:21 AM
            Setiap kata tak akan bermakna jika tak ada yang memaknainya, setiap ucap tak akan berarti jika tak ada yang mengartikan. Hakikatnya setiap manusia hanya mampu melaksanakan apa-apa yang menjadi Kuasa-Nya, tak lebih. Bersyukur dengan segala karunia-Nya, menganugerahkan insan-insan mulia sumber segala inspirasi dan motivasi terbesar dalam hidup yang berjalan seperti pelangi yang melengkung di nirwana.
            Ulfa Romlah
Kamis, 12 Februari 2015 3:46 AM



Tidak ada komentar:

Posting Komentar